Kamis, 30 Oktober 2014

BENTUK HUKUM DAN TATA CARA PENDIRIAN BANK

BENTUK HUKUM DAN TATA CARA PENDIRIAN BANK Tujuan Instruksional : Setelah membaca bab ini pembaca diharapkan mengetahui dan dapat menjelaskan tentang Bentuk Hukum Bank Umum dan BPR, Tatacara Pendirian Bank Umum, Tatacara Pendirian Kantor Cabang Bank Umum, Tatacara Pendirian BPR, serta Kepemilikan Bank Umum dan BPR A. Bentuk Hukum Bank Bentuk hukum suatu bank di Indonesia ditentukan oleh jenis bank. Menurut UU No 10 Tahun 1998 jenis bank terdiri dari dua, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat ( BPR). Bank syariah pun terdiri dari dua jenis bank tersebut, yaitu Bank Umum Syariah dan BPR Syariah (BPRS). Ketentuan mengenai bentuk hukum bank umum diatur pada Pasal 21 Ayat (1) UU Perbankan No. 10 Th. 1998, 1. Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa: a. Perseroan Terbatas; b. Koperasi; atau c. Perusahaan Daerah Bentuk hukum BPR dalam UU No 10 tahun 1998 tidak terdapat perubahan sehingga tetap mengacu pada Pasal 21 Ayat (2) UU Perbankan No. 7 Th. 1992. 2. Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa salah satu dari: a. Perusahaan Daerah; b. Koperasi; c. Perseroan Terbatas; d. Bentuk lain yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Ayat (3) UU Perbankan No. 7 Th. 1992. 104 Selain bentuk hukum yang ditentukan dalam UU Perbankan No. 10 Th. 1998 dan UU Perbankan No. 7 Th. 1992, bentuk hukum yang lainnya tidak diperkenankan beroperasi dalam kegiatan perbankan. Konsekuensi bentuk hukum lainnya harus menyesuaikan dengan ketentuan yang ada, misalnya bentuk hukum perusahaan negara seperti bank milik pemerintah harus berubah menyesuaikan diri menjadi perusahaan perseroan. bentuk hukum bank syariah menurut UU NO 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah adalah berupa Perseroan Terbatas ( PT ). A.1 Bentuk Hukum Perusahaan Daerah Perusahaan Daerah dapat mendirikan bank yang berbentuk Bank Umum, maupun yang berbentuk Bank Perkreditan Rakyat. Pada masa berlaku UU Perbankan Th. 1967, banyak bank milik Pemerintah Daerah (Pemda) hanya didirikan dengan Peraturan Daerah atas kuasa Undangundang No. 13 Th.1962, sebagai alat kelengkapan otonomi daerah, yaitu untuk mengembangkan perekonomian daerah, sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan sebagai sumber kas Pemerintah Daerah. Setelah UU Perbankan No. 10 Th. 1998 berlaku maka bentuk hukum Bank Pembangunan Daerah tersebut harus menyesuaikan diri dengan ketentuan bentuk hukum yang berlaku dalam UU Perbankan No. 10 Th. 1998. Masa transisi guna penyesuaian bentuk hukum seperti yang dikehendaki oleh UU Perbankan No. 10 Th. 1998, maka bentuk hukum yang sesuai dan tepat bagi Bank Pembangunan Daerah, adalah menjadi perusahaan daerah. Sesuai dengan tugas penyesuaian bentuk hukum tersebut maka dikeluarkan suatu landasan hukumnya, yaitu Permedagri No. 8 Tahun 1992. Ketentuan Pasal 2 Permendagri No. 8 Tahun 1992 menyebutkan bahwa pelaksanaan penyesuaian peraturan pendirian Bank Pembangunan Daerah serta perubahan bentuk hukum bank tersebut menajdi perusahaan daerah harus ditetapkan melalui peraturan daerah setelah dengan mengacu kepada ketentuan UU No. 5 Th. 1962 tentang Perusahaan Daerah dan UU Perbankan No 7 Th. 1992. 105 A.2 Bentuk Hukum Koperasi Koperasi dapat menjalan usaha perbankan baik sebagai Bank Umum, maupun bentuk Bank Perkreditan Rakyat. Koperasi merupakan badan usaha yang memiliki status sebagai badan hukum, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 9 UU Perkoperasian Th. 1992. Koperasi sebagai badan usaha mempunyai kekhususan, yaitu dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas kekeluargaan. Dengan demikian anggota koperasi, adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Usaha yang dilakukan koperasi dikaitkan langsung dengan anggota untuk meningkatkan usaha, dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi, termasuk kegiatan perbankan. Dalam hal kegiatan perbankan yang berbentuk hukum koperasi inipun maka kegiatan tersebut, adalah usaha untuk mensejahterakan masyarakat. Pengelolaan atas kegiatan usaha perbankan tersebut menjadi tanggung jawab pengurus, yang dipertanggung jawabkan kepada rapat anggota luar biasa (Pasal 31 UU Perkoperasian Th. 1992). Pengurus baik bersama-sama atau sendiri-sendiri, menanggung kerugian diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan, atau kelalaian. A.3. Bentuk Hukum Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 Ayat (1) UU No. 40 Th. 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagai dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaan lainnya, kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya. Sesuai dengan UU Perbankan No. 10 Th. 1998 bentuk hukum Perseroan Terbatas ini dapat menjalankan kegiatan bank baik berupa Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Perseroan Terbatas yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat seperti PT yang berusaha di bidang perbankan menurut UU 106 Perseroan Terbatas wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota direksi. Kelengkapan organisasi ( organ ) Perseroan Terbatas yang merupakan kesatuan, dan merupakan pengertian yang lengkap bagi Perseroan Terbatas, terdiri dari : 1. Rapat Umum Pemegang Saham, yaitu organisasi perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan memegang segala wewenang yang tidak dapat diserahkan kepada direksi atau komisaris. 2. Direksi, yaitu organisasi perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 3. Komisaris, yaitu organisasi yang bertugas melakukan pengawasan secara umum, atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. B. Pendirian Bank Ketentuan mengenai pendirian bank dalam UU Perbankan No. 10 Th. 1998 diatur secara terpisah, dan berbeda antara pendirian jenis Bank Umum dengan jenis Bank Perkreditan Rakyat. Menyangkut ketentuan pendirian ini termasuk juga pembukaan kantor cabang pembantu dan kantor kas. B. 1. Pendirian Bank Umum Bank Umum dapat didirikan dan menjalankan usaha dengan izin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia. Bank tersebut dapat didirikan oleh warga negara Indonesia, dan badan hukum Indonesia, atau atas kerjasama antar warga negara Indonesia, atau badan hukum Indonesia dengan bank yang berkedudukan di luar negeri. Menurut Pasal 2 Surat keputusan Menteri Keuangan mengenai Bank Umum. Pemberian izin mengenai Bank Umum dilakukan dalam dua tahap, Pertama: adalah tahap persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank yang bersangkutan. Tahap Kedua: pemberian izin usaha yang diberikan untuk melakukan usaha 107 setelah persiapan selesai dilakukan. Selama belum mendapatkan izin usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak di perkenankan melakukan kegiatan usaha apapun di bidang perbankan. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip diajukan sekurang-kurangnya oleh salah seorang calon pemilik, dengan melampirkan: 1. Rancangan Anggaran Dasar (RAD). 2. Daftar calon pemegang saham, berikut pernyataan masing-masing dan simpanan wajib serta dafar pihak yang akan melakukan penyertaan, berikut jumlah penyertaannya bagi Bank Umum yang berbentuk hukum koperasi. 3. Calon Direksi, susunan direksi, Dewan Komisaris, Susunan Organinasi. 4. Rencana kerja tahun pertama. 5. Bukti setoran modal sekurang-kurangnya sebesar 30% dari modal sektor. Dalam permohonan izin prinsip dan izin usaha ini terdapat ketentuan khusus bagi Bank Campuran dan Bank Umum berdasarkan prinsip yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, permohonan persetujuan prinsip dari pemohon Bank Campuran, harus juga melampirkan: 1. Suatu kesepakatan tertulis dari para pemegang saham untuk mendirikan Bank Campuran, serta kesepakatan mengenai rencana peningkatan kempemilikan saham pihak Indonesia. 2. Laporan tahunan untuk dua tahun terakhir berturut-turut dari bank yang berkedudukan di luar negeri. 3. Surat rekomendasi dari otoritas negara asal bagi bank yang berkedudukan di luar negeri. Guna mendapat izin usaha, surat permohonan tersebut wajib melampirkan: 1. Anggaran dasar/akta pendirian yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang. 2. Daftar pemegang saham. 3. Susunan Direksi dan Dewan Komisaris. 4. Susunan organisasi berikut sistem dan prosedur kerja termasuk susunan personalianya. 5. Bukti pelunasan modal disetor minimum. 108 6. Bukti kesiapan personalia lainnya. 7. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan sebagai anggota direksi atau jabatan eksekutif lainnya pada perusahaan lain bagi anggota direksi. 8. Surat pernyataan dari anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris bahwa yang bersangkutan mempunyai atau tidak mempunyai hubungan keluarga sampai sederajat kedua dengan anggota direksi, dan anggota dewan lainnya. 9. Surat pernyataan dari anggota Direksi, bahwa yang bersangkutan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 25% pada suatu perusahaan lain. Persetujuan harus diberikan oleh Meteri Keuangan selambatlambatanya 30 hari setelah permohonan diterima secara lengkap. Pertimbangan Bank Indonesia atau permohonan persetujuan prinsip, atau izin usaha disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu 15 hari kerja setelah tembusan permohonan diterima secara lengkap. Pembukaan Kantor Cabang Kedudukan kantor pusat, dan cabang ada beberapa ketentuanketentuan khusus untuk jenis bank tertentu seperti untuk bank campuran, dan bank yang berbentuk perusahaan daerah. Bank yang berbentuk perusahaan daerah harus berkedudukan dan berkantor pusat di Ibukota propinsi sedangkan kantor-kantor cabang dan unit-unit usaha lainnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan, dan ditetapkan oleh Direksi dengan persetujuan Dewan Pengawas (Pasal 4 Permendagri No. 8 Tahun. 1992). Bank Umum yang berbentuk Bank Campuran hanya dapat membuka kantor cabang di kota Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Medan, Ujung Pandang, Denpasar, dan daerah orita pulau Batam masing-masing satu kantor. Perihal pembukaan kantor cabang di dalam negeri dari Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia. Izin pembukaan kantor cabang hanya dapat diberikan apabila tingkat kesehatan dan permodalan bank yang bersangkutan selama 24 bulan terakhir, atau sekurangkurangnya dalam 20 bulan terakhir tergolong sehat dan selebihnya 109 cukup sehat. Ketentuan tersebut berlaku pula untuk pembukaan kantor cabang pembantu dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri (Pasal 19 Keputusan Menteri Keuangan N0. 220 Tahun 1993). Bank Umum dapat melakukan pembukaan kantor cabang di dalam negeri, juga dapat membuka kantor cabang diluar negeri persiapannya pun diperlukan suatu izin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia. Izin sebagaimana tersebut hanya dapat dilakukan apabila bank yang bersangkutan memenuhi persyaratan: 1. Tingkat kesehatan dan permodalannya selama 24 bulan terakhir atau sekurang-kurangnya 20 bulan terakhir tergolong sehat dan selebihnya tergolong cukup sehat. 2. Telah menjadi Bank Devisa sekurang-kurangnya 1 tahun. Untuk memperoleh izin tersebut Direksi Bank Umum yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Bank Indonesia. Permohonan tersebut disampai ke alamat Direktorat Perbankan dan Usaha Jasa Pembiayaan. Direktorat Jendral Lembaga Keuangan, JL. Dr. Wahiddin No. 1, Gedung A, Jakarta 10710, sedangkan tembusannya disampaikan pada tanggal yang sama ke alamat kantor pusat Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10010, dengan melampirkan: 1. Neraca gabungan 2 bulan terakhir sebelum tanggal surat permohonan. 2. Penilaian tingkat kesehatan bank 2 bulan terakhir sebelum tanggal surat permohonan. 3. Rincian kolektifbilitas aktiva produktif dari 2 bulan terakhir sebelum tanggal surat permohonan. 4. Bukti kesiapan operasional pembukaan kantor cabang. 5. Hasil studi kelayakan dan rencana kerja kantor yang bersangkutan untuk sekurang-kurangnya selama 1 tahun baik pembukaan di luar negeri tersebut. Persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut diberikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. Pertimbangan Bank Indonesia atau permohonan persetujuan prinsip atau izin usaha tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu selambat110 lambatnya 15 hari kerja setelah tembusan permohonan diterima secara lengkap. Pelaksanaan pembukaan kantor canbang di dalam negeri harus dilakukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 bulan sejak tanggal dikeluarkan izin Menteri Keuangan. Pelaksanaan pembukaan kantor tersebut wajib dilaporkan kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu selambatlambatanya 10 hari kerja setelah tanggal pembukaan. Apabila dalam jangka waktu 2 bulan bank yang bersangkutan tidak melaksanakan pembukaan kantor tersebut. Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia dapat membatalkan izin pembukaan kantor tersebut. Pembukaan kantor diluar negeri hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari otoritas setempat yang berwenang. Pelaksanaan pembukaan kantor tersebut wajib dilaporkan kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 10 hari kerja setelah tanggal pembukaan. B. 2. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dapat didirikan dan menjalankan usaha dengan izin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia. Bank tersebut dapat didirikan oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, Pemeringah Daerah dan kerjasama diantara mereka. Pemberian izin untuk mendirikan BPR melalui dua tahap, Pertama: yaitu tahap persetujuan prinsip yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank yang bersangkutan. Tahap kedua: berupa izin usaha, yakni izin yang diberikan untuk melakukan usaha setelah persiapan selesai dilakukan. Selama belum mendapat izin usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha apapun dibidang perbankan. Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip, para pemohon wajib melampirkan: 1. Rancangan Anggaran Dasar/akta pendirian Bank Perkreditan Rakyat. 2. Daftar calon pemegang saham, berikut rincian penyertaan masingmasing Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum Perusahaan 111 Daerah, Perseroan Terbatas, atau daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta daftar pihak yang akan melakukan pernyataan berikut jumlah pernyataan bagi Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum koperasi. 3. Daftar calon Direksi dan Dewan Komisaris. 4. Rencana susunan organisasi. 5. Rencana kerja tahun pertama. 6. Bukti penyetoran modal sekurang-kurangnya sebesar 30% dari modal disetor. Ketentuan khusus Bank Perkreditan Rakyat yang akan beroperasi dengan sistem bagi hasil yang telah ditetapkan Bank Indonesia, permohonan prinsip harus melampirkan rancangan anggaran dasar dan rencana kerja yang secara tegas mencantumkan kegiatan usaha bank semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan berdasarkan syariah. Sementara itu untuk mendapatkan izin usaha, permohonan yang telah melampirkan anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, daftar pemegang saham, susunan Direksi dan Dewan Komisaris, susunan organisasi berikut sistem, dan prosedur kerja, bukti pelunasan keuangan, modal disetor, dan bukti kepemilikan penguasaan atas gedung dan kantor. Permohonan tersebut harus diberikan Menteri Keuangan selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. Bank Perkreditan Rakyat rakyat didirikan di Ibu kota, kabupaten, atau kota madya, sepanjang ditempat tersebut belum terdapat Bank Perkreditan Rakyat. B.3.Pendirian Kantor Cabang Bank Perkreditan Rakyat Mengenai pendirian kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat, dapat di ajukan kepada Menteri Keuangan dengan pertimbangan Bank Indonesia, dengan memenuhi syarat tingkat kesehatan dan permodalan selama 24 bulan terakhir, atau dalam 20 bulan terakhir sekurangkurangnya tergolong sehat dan selebihnya cukup sehat. Dalam mendirikan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat, yakni sebesar Rp. 10 miliar rupiah jika kantor cabang dibuka di Ibu kota negara, Rp. 3 miliar rupiah jika di Ibu kota propinsi, dan Rp. 1 miliar rupiah jika di buka di kota madya atau kabupaten. 112 Izin atau penolakan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat, harus diberikan oleh Menteri Keuangan selambat-lambatnya 30 hari setelah permohonan diterima. Jika izin telah diberikan, maka pelaksanaan pembukaan kantor cabang itu dilakukan selambatlambatnya 2 bulan sejak izin pendirian kantor cabang diberikan, jika tidak izin tersebut di cabut. Bank Perkreditan Rakyat yang memiliki kantor di Ibu kota negara, Ibu kota propinsi, tidak diperkenankan membuka kantor cabang, atau kantor dibawah kantor cabang. Pembukaan kantor dengan status dibawah kantor cabang, dapat dilakukan apabila tingkat kesehatan dan permodalan selama 12 bulan terakhir, atau sekurangnya 10 bulan terakhir tergolong sehat dan selebihnya cukup sehat. B.2.2.Pengukuhan menjadi Bank Perkreditan Rakyat Dimasa UU Perbankan No. 7 Th. 1967, dikenal banyak lembagalembaga yang melakukan kegiatan usaha perkreditan seperti Bank Pasar, Lumbung Desa, Bank Desa, dan sebagainya. Lembaga-lembaga seperti itu tumbuh dan berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut mempunyai dua ciri, yaitu: kebersamaan dengan sifat koorperatif, dan ciri ekonomi berupa lembaga usaha keuangan sederhana legal dengan administrasi yang jelas. Berubahnya peraturan perbankan yang ada membawa konsekuensi terhadap lembaga-lembaga perkreditan tersebut. Jiwa UU Perbankan No. 10 Th. 1998 merasakan bentuk lembaga yang demikian banyak membantu dan masih diperlukan masyarakat, maka dengan demikian lembaga tersebut perlu terus diakui keberadaannya. Oleh karenanya UU Perbankan No. Th 1998 memberi kejelasan status dari lembaga-lembaga tersebut. Selanjutnya untuk menjamin kesatuan, keseragaman dalam pembinan dan pengawasan, maka dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat, ditetapkan persyaratan dan tata cara pemberian status lembaga-lembaga perkreditan desa tersebut sebagai Bank Perkreditan Rakyat. Ketentuan yang mengatur pengukuhan lembaga perkreditan desa tersebut, adalah sebagai berikut: 113 1. Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasasr, Bank Pegawai, Lumbung Putih Negara, Lembaga Perkreditan Desa, Badan Kredit Desa dan atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu, yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dinyatakan menjadi Bank Perkreditan Rakyat. 2. Lembaga atau badan seperti diatas yang telah berdiri sebelum berlakunya UU Perbankan Th. 1998 tetang perbankan dan belum mendapat izin usaha sebagai Bank Perkreditan Rakyat, wajib mengajukan permohonan izin usaha sebagai Bank Perkreditan Rakyat kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 5 tahun sejak saat berlakunya Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992. lembaga yang tidak mengajukan permohonan sampai batas waktu tanggal 30 Oktober 1997 tidak dapat dilakukan menjadi Bank Perkreditan Rakyat, dan dilarang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. 3. Untuk dapat memperoleh izin usaha sebagai Bank Perkreditan Rakyat, lembaga atau badan usaha tersebut dapat memilih salah satu bentuk hukum sebagai berikut: a. Perusahaan Daerah; b. Koperasi, atau; c. Perseroan Terbatas. Permohonan untuk mendapat izin usaha tersebut, diajukan oleh pengurus lembaga yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Bank Indonesia. Permohonan kepada Menteri Keuangan dapat disampaikan ke alamat Direktorat Perbankan, Usaha, dan Pemberian Jasa Pembiayaan, Direktorat Jendral tanggal yang sama ke alamat kantor pusat Bank Indonesia. Permohonan tersebut harus diajukan selambat-lambatnya tanggal 30 Oktober 1997. Permohonan untuk mendapatkan izin usaha tersebut wajib dilampiri dengan: a. Dasar pendirian lembaga yang bersangkutan. b. Anggaran dasar/akta pendirian yang telah disyahkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan bentuk hukum yang telah dipilih. c. Susunan organisasi. 114 d. Neraca perhitungan laba/rugi per tanggal sebelum 25 Maret 1992 dan per tanggal terdekat dengan pengajuan permohonan izin usaha. e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 4. Pengurus Bank Perkreditan Rakyat, hasil pengukuhan tersebut wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992, yaitu anggota Direksi dan Dewan Komisaris harus warga negara Indonesia tidak pernah melakukan tindakan tercela dibidang perbankan dan/atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana dibidang perbankan, dan perekonomian, memiliki akhlak dan moral yang baik. B. 3. Peningkatan Status Bank Bank Perkreditan Rakyat dapat ditingkatkan statusnya menjadi Bank Umum. Pesyaratannya, Bank Perkreditan Rakyat tersebut harus memiliki tingkat kesehatan dan permodalan yang selama 12 bulan terakhir atau 10 bulan terakhir tergolong sehat dan selebihnya cukup sehat. Bank Perkreditan Rakyat tersebut juga harus memenuhi persyaratan modal disetor untuk menjadi Bank Umum, dan memenuhi ketentuan Direksi dan Dewan Komisaris sebagaimana yang dipersyaratkan kepada Bank Umum. C. Kepemilikan Bank Menurut ketentuan pokok UU Perbankan No. 10 Th. 1998, kepemilikan suatu bank ditentukan pula dari jenis bank tersebut. Kepemilikan Bank Umum sedikitnya akan berbeda dengan kepemilikan Bank Perkreditan Rakyat. UU Perbankan No. 10 Th. 1998 Pasal 22 Ayat (1) dan (2) yang mengatur tentang kepemilikan suatu bank. C. 1. Kepemilikan Bank Umum Menurut Pasal 22 UU Perbankan No. 10 Th. 1998, kemudian ketentuan Pasal 13 dan 14 Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1992 tetang Bank Umum dapat dimiliki oleh: 1. Warga negara Indonesia. 2. Badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia, atau hasil kerjasama degan bank dari negara lain. 115 Suatu badan hukum dapat memiliki saham Bank Umum sebanyakbanyaknya sebesar modal sendiri bersih dalam hukum yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan modal sendiri bersih adalah modal sipenyetor ditambah cadangan, dan ditambah laba atau dikurangi kerugian. Ketentuan dalam pasal ini juga berlaku bagi yayasan, dengan demikian upaya pemilikan saham Bank Umum oleh badan hukum tidak boleh menggunakan dengan dana pinjaman. 3. Warga negara asing, atau badan hukum asing dengan ketentuan kepemilikan hanya 49% saham yang telah dijual di bursa efek Indonesia. Khusus bagi Bank Umum milik negara, maksimum saham yang dapat dicatatkan pada bursa efek di Indonesia adalah sebesar 49% dari modal di stor. Adapun kepemilikan Bank Umum yang berbentuk koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Perkoperasian. Dalam ketentuan perkoperasian sesuai dengan Pasal 17 Ayat (1) UU No. 25 Th. 1992 tetang perkoperasian, maka yang menjadi pemilik bank yang berbentu badan hukum koperasi adalah seluruh anggota koperasi tersebut. Mengenai keanggotaan koperasi ini, maka pada dasarnya tidak dapat dipindah tangankan. C. 2. Kepemilikan Bank Perkreditan Rakyat Menurut Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat jo Pasal 24 UU Perbankan No. 7 Th. 1992 disebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat dimiliki oleh: 1. Warga negara Indonesia. 2. Badan hukum Indonesia yang pemiliknya warga negara Indonesia, atau Pemerintah Daerah atau juga dapat berupa badan hukum hasil kerjasama diantara ketiganya. Adapun kepemilikannya Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum koperasi kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam UU Perkoperasian, sesuai dengan Pasal 17 Ayat (1) No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, maka yang menjadi pemilik bank yang berbentuk badan hukum koperasi, adalah seluruh anggota koperasi tersebut. 116 C. 3 Pengalihan Kepemilikan Kepemilikan suatu bank dapat dialih tangankan dengan cara tertentu sesuai dengan tata cara pengalihan hak milik, yaitu melalui: 1. Pewarisan; 2. Hibah; 3. Wasiat. Pengalihan hak milik atas sebuah bank harus melalui prosedur dan pengizinan tertentu. Ketentuan Pasal 27 UU Perbankan No. 10 Th. 1998, menyebutkan bahwa perubahan kepemilikan bank wajib: 1. Memenuhi ketentuan: a. Persyaratan seperti yang dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (1), (2), dan (3). yaitu menyangkut perizinan usaha dalam hal susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan rencana kerja. b. Persyaratan yang dimaksud dalam Pasal 22 Ayat (1) dan (2), berupa pihak yang dapat mendirikan Bank Umum, seperti kewarga negaraan Indonesia atau asing, atau badan hukum Indonesia atau asing secara kemitraan. c. Persyaratan seperti yang dimaksud dalam Pasal 23 UU Perbankan No. 7 Th. 1992, yaitu menyangkut pihak pendirian Bank Perkreditan Rakyat. d. Persyaratan seperti yang dimaksud dalam Pasal 24 UU Perbankan No. 7 Th. 1992, yaitu menyangkut kepemilikan bank yang berbentuk hukum koperasi. e. Persyaratan seperti yang dimaksud dalam Pasal 25 UU Perbankan No. 7 Th. 1992, yaitu saham Perseroan Terbatas harus dalam bentuk penerbitan saham atas nama. f. Persyaratan seperti yang dimaksuda dalam Pasal 26 Ayat (1), (2), dan (3), yaitu tata cara emisi saham Bank Umum melalui bursa efek.

0 komentar:

Posting Komentar